firma tersebut membantu pemerintah memata-matai 1.400 perangkat milik
1.400 pengguna aplikasi perpesanan tersebut di empat benua.
WhatsApp, seperti dikutip Kabar.id dari Reuters, memasukkan berkas tuntutan ke
pengadilan federal di San Francisco, Amerika Serikat, mereka menuduh NSO
membantu pemerintah meretas perangkat di 20 negara. Saat ini baru
Meksiko, Bahrain dan Uni Emirat Arab yang teridentifikasi peretasan
tersebut.
Peretasan tersebut menargetkan 100 masyarakat sipil, termasuk
diantaranya diplomat, opisisi politik, pejabat senior pemerintahan
hingga jurnalis.
Serangan tersebut menyalahgunakan sistem panggilan video WhatsApp
untuk mengirim malware ke sejumlah perangkat. Malware tersebut dapat
digunakan oleh klien NSO, diantaranya pemerintah dan lembaga intelijen,
untuk memata-matai ponsel pengguna dan melihat aktivitas.
NSO dalam keterangan tertulis membantah tuduhan tersebut.
“Dalam pernyataan sekuat mungkin, kami membantah tuduhan tersebut dan akan melawan dengan keras,” kata NSO.
NSO menyatakan mereka menyediakan teknologi kepada lembaga intelijen
pemerintah dan penegah hukum berlisensi untuk “memerangi terorisme dan
tindak kriminal serius”.
WhatsApp, yang digunakan sekitar 1,5 miliar pengguna di seluruh
dunia, disebut-sebut memiliki keamanan yang paling tinggi, salah satunya
pesan dienkripsi end-to-end agar tidak bisa dilihat oleh pihak ketiga
maupun WhatsApp sendiri. (Reuters/Ant/KB)