JAKARTA, KABAR.ID- Penanganan tiga anak pengidap HIV yang mendapat
penolakan dari masyarakat di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir,
Sumatera Utara akan diambil alih oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Hal itu dikatakan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon.
Rapidin
mengatakan kebijakan itu dilakukan karena sampai saat ini tidak
ditemukan kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir
dengan Komite AIDS Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) terutama soal
pendidikan untuk ketiganya.
“Karena kita sudah beberapa
kali mediasi antara pihak HKBP komisi penanganan AIDS dengan orang tua
para siswa sampai sekarang belum ada titik temu. Akhirnya saya coba
untuk menghubungi Bu Menteri (Nila Moeloek) dan beliau akan mengambil
kebijakan anak yang tiga itu dibawa berobat ke Medan. Nanti akan
dicarikan solusi bagaimana untuk ketiga anak ini. Artinya baik dari sisi
pendidikannya dan penanganan kesehatannya,” kata Rapidin.
Bupati Samosir: Belum Ada Kepastian Penanganan Seperti Apa yang Dilakukan Kemenkes
Lanjut
Rapidin, nantinya Kementerian Kesehatan melalui Menteri Kesehatan, Nila
Moeloek yang akan berkomunikasi langsung dengan Komite AIDS HKBP.
Namun, Rapidin tidak bisa memastikan kebijakan apa saja yang akan
dilakukan Kementerian Kesehatan terhadap tiga anak pengidap HIV di
Nainggolan. Dan bukan tidak mungkin ketiganya akan dibawa keluar dari
Samosir dan mendapat pendidikan di tempat lain.
“Seperti
itu yang dikatakan Bu Menteri, tapi itu pembicaraan melalui telepon.
Apakah nanti itu bisa terlaksana atau tidak, kita lihat perkembangannya.
Yang jelas Pemkab Samosir sampai saat ini tetap melindungi anak itu,
dan masih menawarkan salah satu pendidikan home-schooling kepada
anak-anak tersebut. Sembari menunggu kita sosialisasi bisa meyakinkan
warga untuk menerima anak-anak secara bersama dengan mereka yang tidak
terkena Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jadi kita masih terus meyakinkan
baik dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan tetap diupayakan,” beber
Rapidin.
Komite AIDS HKBP Belum Dapat Informasi
Sementara
itu di lain sisi, Komite AIDS HKBP – yang merupakan pengasuh ketiga
anak pengidap HIV – melalui Kepala Departemen Diakonia HKBP, Debora
Purada Sinaga mengatakan pihaknya belum mendapat informasi terkait
Kementerian Kesehatan akan mengambil alih penanganan pengobatan
ketiganya. Namun, Komite AIDS HKBP masih berpikir ulang jika tawaran
dari Kementerian Kesehatan untuk mengambil alih penanganan ketiganya
hanya terfokus pada penyembuhan anak-anak tersebut.
“Kalau
terkait Kementerian Kesehatan itu kan kita masih belum ada komunikasi.
Kalau terkait masalah kesehatan sebenarnya sebelum Pemkab ambil alih
kami memang sudah konsen untuk pengobatan mereka sejak dari awal. Baik
bagaimana dengan kehidupan kesehariannya, dan pengobatan itu sebenarnya
tidak menjadi kesulitan bagi kami,” ucap Debora.
Ia
menambahkan, “Yang menjadi kesulitan bagi kami adalah masalah pendidikan
anak sebagaimana yang terus menerus kita mohon kepada Pemkab Samosir
agar anak memperoleh pendidikan layak sebagaimana diatur dalam
undang-undang. Jadi saya pikir wajar-wajar saja perawatan yang diberikan
Pemkab Samosir, tapi tuntutan kami adalah agar anak memperoleh
pendidikan di sekolah publik bukan home-schooling. Karena dengan
home-schooling justru membuat anak semakin terpuruk kondisinya.”
Kemenkes Ambil Alih Soal Kesehatan atau juga Pendidikan?
Masih
kata Debora, yang dipermasalahkan bukan soal kesehatan ketiga anak
tersebut, tetapi soal pendidikan dan masa depan; serta persepsi yang
salah diantara warga. Oleh karena itu jika Kementerian Kesehatan hanya
mengambil alih penanganan kesehatan ketiga anak pengidap HIV, Komite
AIDS HKBP tidak setuju. Namun apabila Kementerian Kesehatan juga
memberikan pendidikan umum terhadap ketiganya kendati di luar Samosir
pihak Komite AIDS HKBP tentu akan menyambut positif hal itu.
“Kalau
istilah mengambil alih itu harus kami perbincangkan dengan pengurus,
karena ini Komite AIDS HKBP berada dinaungan HKBP jadi segala sesuatu
yang harus diputuskan itu harus didiskusikan dulu. Karena bagi saya
bukan masalah kesehatannya. Kalau masalah kesehatan cukup banyak yang
membantu mereka. Tapi yang kita khawatirkan bukan masalah kesehatan.
HKBP
juga cukup banyak punya dokter dan perawat yang mengerti tentang HIV
jadi saya pikir tidak setuju kalau Kemenkes mengambil alih. Kalau di
luar Samosir dan sekolah umum ya kita akan diskusikan. Yang penting itu
sekolah publik bukan home-schooling. Tapi yang perlu kami
tegaskan di sini, bukan berarti membiarkan anak keluar dari Samosir itu
berarti penyelesaian. Kami sampai sekarang memperjuangkan pendidikan
anak di sekolah publik. Kami setuju apabila di luar Samosir sejauh itu
didampingi HKBP. Kami akan bawa anak ini ke mana saja karena ini adalah
tugas dan amanah yang sudah diberikan kepada Komite AIDS HKBP,”
jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Debora juga
mengungkapkan dua dari tiga anak pengidap HIV yang ditolak masyarakat
untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum di Samosir, kini sedang
berada di Balige.
“Dua anak yang sekarang sudah kembali ke
Komite AIDS HKBP Balige, dan berada dalam penanganan. Mereka terus
bertanya kapan kami bisa sekolah seperti anak lainnya. Sementara waktu
mereka masih berada dalam penanganan di Komite AIDS HKBP Balige, karena
apabila mereka harus kembali ke Nainggolan saat ini tapi dia tidak bisa
sekolah seperti anak lainnya membuat psikologis mereka semakin
terganggu,” tutup Debora.
Meski Tak Diusir, Warga Larang Tiga Anak Pengidap HIV Bersekolah di Sekolah Umum
Seperti
diberitakan sebelumnya, tiga anak yang terdiri dari seorang laki-laki
berinisial H (11) dan dua perempuan berinisial SA (10), dan S (7)
penduduk luar Kabupaten Samosir, didatangkan ke Rumah Sakit HKBP
Nainggolan untuk dirawat di sana.
Pemkab Samosir kemudian
mendaftarkan ketiganya di sekolah, yaitu satu anak di PAUD Welipa, dan
dua lainnya di SD Negeri 2 Nainggolan. Namun baru sehari bersekolah,
ketiganya tidak diizinkan masuk lantaran sebagian besar orang tua siswa
lainnya menolak anak mereka berada di kelas dan sekolah yang sama dengan
ketiga anak penderita HIV itu. (aa/em/voa)
Tinggalkan Balasan