Kategori: Politik

  • Ribuan Mahasiswa dan Pelajar Kembali Unjuk Rasa di DPR-RI

    JAKARTA, KABAR.ID- Gelombang aksi lanjutan yang
    dilakukan gabungan mahasiswa dan pelajar Jakarta dan sekitarnya hari ini
    kembali memadati jalan raya di depan Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta dan Istana
    Merdeka. 

    Massa demonstrasi pelajar dan mahasiswa sejak pagi mulai
    berdatangan ke Gedung DPR RI, Senin 30 September 2019. Mereka berusaha
    melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, namun aparat kepolisian menahan dengan
    kawat berduri. 

    Sejumlah kendaraan penghalau massa milik kepolisian tampak
    berjaga di sekitar Gedung DPR.
    Petugas menutup akses jalan yang menuju depan pintu Gedung
    DPR/MPR RI di Jalan Gatot Subroto menuju Slipi. 

    Akibat aksi ribuan mahasiswa dan pelajar tersebut, arus lalu
    lintas terganggu. Tuntutan mereka masih seperti aksi pekan kemarin yaitu menolak revisi UU KPK dan RUU KUHP. (Wan)
  • ISMPI dan FKK HIMAGRI Hanya Berikan Masukan Mentan, Tak Ada Dukungan Politis

    JAKARTA, KABAR.ID- Sekjen
    Forum Komunikasi dan Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia (FKK
    HIMAGRI)dan Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) klarifikasi
    pemberitaan sejumlah media yang menyebut pertemuan ratusan mahasiswa pertanian
    dengan Menteri Pertanian  Andi Amran
    Sulaiman ada dukungan politis buat Amran untuk periode di Kementan.

    Benny Rivaldy, Sekjend FKK HIMAGRI mengungkapkan, tanggal 27 September kemarin Kementerian
    Pertanian mengundang ratusan mahasiswa pertanian untuk melakukan sosialisasi
    Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB)
    dan RUU Karantina Hewan, Ikan dan Tanaman yang telah disahkan DPR-RI tepat ketika
    hari tani 24 September 2019.
    Namun, ada hal yang harus
    disampaikan seiring dengan pemberitaan yang beredar di beberapa media. Dalam
    beberapa media yang terkesan, ada dukungan politis untuk Amran Sulaiman,
    padahal tak ada sama sekali, selain menyampaikan masukan perbaikan kebijakan
    pertanian.
    “FKK HIMAGRI menyesalkan atas
    pemberitaan yang tidak sesuai fakta. Tidak ada indikasi dukungan politis untuk
    Bapak Menteri Pertanian di kabinet kedua Presiden yang kembali terpilih. Kami
    datang untuk memberikan masukan perbaikan kebijakan demi kemajuan pertanian
    Indonesia dan kesejahteraan petani,” kata mahasiswa Universitas Sultan Ageng
    Tirtayasa ini.
    Benny juga menyesalkan lambatnya
    pelibatnya mahasiswa pertanian dalam memberikan masukan berbagai RUU Pertanian yang
    sudah dibahas di DPR-RI bersama Kementan.
    Menurut Benny, sebaiknya Menteri
    Pertanian bisa mendengar langsung suara mahasiswa mengenai kondisi pertanian di
    lapangan. “Kita semua ingin petani sejahtera dan pemerintah harus pro terhadap
    rakyat tani.” imbuhnya.
    Hal senada juga disampaikan Hasbi
    Abdullah, Sekjend Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) yang hadir
    dalam pertemuan. Hasbi berpendapat bahwa kegiatan ini memiliki tujuan agar
    mahasiswa pertanian bisa berdialog langsung mengenai RUU terkait pertanian yang
    telah disahkan.
    “Saya menegaskan bahwa kami
    hadir disini untuk memberikan kritikan serta memberikan saran masukan yang
    konstruktif terhadap langkah Kementan pasca RUU SBPB dan RUU Karantina Hewan,
    Ikan dan Tumbuhan disahkan. Kami tidak ingin, RUU tersebut mengatur
    menyengsarakan rakyat tani” ujar Hasbi.
    Padahal masih banyak yang harus
    dievaluasi dalam penyelenggaraan perumusan maupun sosialisasi UU SPBP ini.
    “Sebelumnya kami belum pernah
    diikutsertakan dalam perumusan RUU SBPB dan RUU Karantina 
    Hewan Ikan Tumbuhan. Ternyata ada
    beberapa pasal yang menimbulkan pro-kontra di masyarakat dan bertentangan
    dengan konstitusi dan putusan MK terhadap UU SBT. Hal ini menjadi bukti bahwa Kementan
    maupun DPR RI belum serius menggandeng Mahasiswa Pertanian sebagai mitra kritis
    maupun penyambung lidah petani.”tandasnya (Wan)
  • Masih Berduka Atas Gugurnya Mahasiswa UNHALU, BEM Nusantara Tunda Pertemuan dengan Jokowi

    SURABAYA, KABAR.ID-  Jika Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa
    Seluruh Indonesia (BEM SI) menolak bertemu dengan Presiden Jokowi,
    sebaliknya Koordinator Jawa BEM Nusantara Cahya Nugeraha
    Robimadin tak menolak ajakan pihak Istana.

    Namun BEM Nusantara memilih menunda undangan dialog dari
    Presiden RI Joko Widodo karena masih berduka atas tewasnya dua mahasiswa
    dari Universitas Haluoleo (UNHALU) atau UHO Kendari yaitu Randi (21) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) usai terlibat
    bentrok mahasiswa dan polisi di sela demonstrasi di Gedung DPRD
    Sulawesi Tenggara.

    “Masing-masing aliansi tentu punya sikap. Di BEM Nusantara dan juga
    BEM Unesa bukan menolak, tapi menunda. Belum waktunya lah, karena lagi
    berkabung. Kawan UHO itu termasuk BEM Nusantara juga. Jadi BEM Nusantara
    belum bisa bertemu (Presiden),” ujarnya saat dihubungi di Surabaya.

    Cahya Nugeraha yang juga Presiden BEM Universitas Negeri Surabaya
    (Unesa) itu menyatakan, tidak ada syarat khusus yang diajukan BEM
    Nusantara untuk berdialog dengan Jokowi.

    Namun, kata dia, dari hasil koordinasi dan juga masukan-masukan dari
    internal, pihaknya menyatakan belum bisa memenuhi undangan tersebut.

    “Tidak ada syarat khusus dari BEM Nusantara. Kebetulan tadi malam
    kami sudah koordinasi dengan pengurus pusat di BEM Nusantara dan juga
    masukan dari kawan-kawan, kami belum bisa memenuhi undangan presiden,”
    ucapnya.

    Dia menginginkan presiden fokus menyelesaikan apa yang menjadi
    aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat melalui unjuk rasa di berbagai
    daerah beberapa hari ini sebelum bertemu dengan BEM Nusantara.

    Mengenai meninggalnya dua rekannya, Cahya Nugeraha ada kepedulian
    Jokowi atau pemerintah pusat kepada keluarga dari Randi dan Muh Yusuf
    Kardawi.

    “Paling tidak ada pendekatan persuasif terhadap mahasiswa terutama
    yang meninggal saat aksi. Karena keluarga sangat terpukul, jangan hanya
    di pemerintahan daerah saja yang ke sana, Presiden kami harapkan
    memperhatikan secara langsung,” ujarnya.

    BEM Nusantara juga menyerukan kampus-kampus melakukan salat gaib dan refleksi untuk mengenang Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi.

    “Tentu ada sikap dari kami terkait meninggalnya dua mahasiswa. Tadi
    pagi, BEM Nusantara menyerukan untuk salat gaib untuk kawan-kawan yang
    gugur di Kendari. Tidak menutup kemungkinan ada refleksi atau apa dari
    masing-masing kampus termasuk dari Unesa,” ucap mahasiswa Ilmu Ekonomi
    Unesa itu. (Ant/MJ/Wan)

  • BEM Seluruh Indonesia Tolak Ajakan Presiden Jokowi

    JAKARTA, KABAR.ID- Keinginan Presiden Joko Widodo yang berencana mengundang Badan
    Eksekutif Mahasiswa (BEM), yang merupakan organisasi resmi kampus, di Istana bertepuk
    sebelah tangan. 

     

    Koordinator
    Pusat Aliansi BEM seluruh Indonesia, Muhammad Nurdiyansyah menegaskan mereka
    menolak ajakan itu. Presiden Mahasiswa dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini
    justru sedang berada di Yogyakarta pada Jumat siang.
    Menurut
    Nurdiyansyah, pertimbangan terbesar adalah persoalan etika. Saat ini, kalangan
    mahasiswa sedang berduka karena meninggalnya dua rekan mereka di Kendari,
    Sulawesi Tenggara. Seperti diketahui, Himawan Randi dan Muhammad Yusuf Qardawi,
    mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, meninggal setelah mahasiswa setempat
    menggelar aksi pada Kamis (26/9).
    Alasan
    kedua, kata Nurdiyansyah, karena mahasiswa memiliki pengalaman buruk terkait
    pertemuan dengan Presiden sebelum ini. Pada 2015, Aliansi BEM SI sempat
    diundang ke Istana untuk hal yang sama.
    “Kami
    mengambil pembelajaran dari sana, karena diadakan di forum tertutup di Istana,
    dan alhasil gerakan mahasiswa pecah,” kata Nurdiyansyah.
    Dalam
    sejarahnya, BEM berbagai universitas memang pernah bertemu dengan Jokowi pada
    18 Mei 2015 di Jakarta. Pertemuan itu dilakukan untuk meredam rencana aksi
    mahasiswa yang akan digelar pada 20 Mei. Dalam penjelasan kepada media seusai
    bertemu, para aktivis kampus ketika itu mengatakan, sebagian merasa puas dengan
    hasil pertemuan, sebagian lagi tidak. Pertemuan itu dinilai justru merugikan gerakan
    mahasiswa yang kemudian terpecah suaranya.
    “Pada
    dasarnya konsentrasi, tujuan dan fokus kami bukan pada pertemuan dengan
    Presiden Jokowi. Tetapi harapannya Presiden dapat memenuhi tuntutan yang sudah
    kami layangkan dengan sangat jelas,” tambah Nurdiyansyah.
    Dalam
    keterangan lebih lanjut, Aliansi BEM Seluruh Indonesia menawarkan dua syarat
    jika Presiden menghendaki pertemuan dengan mereka. Pertama, pertemuan itu harus
    dilakukan secara terbuka dan disiarkan secara langsung. Tujuannya adalah agar
    seluruh masyarakat bisa mengikuti diskusi yang terjadi – Presiden dan
    mahasiswa. Selain itu, aliansi juga meminta Presiden memenuhi tuntutan Maklumat
    Tuntaskan Reformasi, yang sudah disampaikan melalui berbagai media dan aksi di
    jalan.
    Presiden
    Keluarga Mahasiswa UGM, M. Atiatul Muqtadir, menguatkan sikap yang diambil
    Aliansi BEM Seluruh Indonesia. Dia juga memberi catatan mengenai pertimbangan
    etis dan metode pertemuan, yang membuat undangan Jokowi pada Jumat ini tidak
    dapat dipenuhi.
    Aktivis
    yang akrab dipanggil Fathur itu, menyayangkan undangan hanya ditujukan kepada
    mahasiswa. Seharusnya, pihak-pihak lain juga diundang.
    “Saya
    rasa ini adalah kegagalan melihat bahwa aksi demonstrasi kemarin bukan hanya melibatkan
    mahasiswa, tetapi juga ada petani, ada buruh. Ada elemen masyarakat lain, yang
    bagi saya juga harus diberi ruang untuk menyampaikan tuntutan pada Presiden,”
    kata Fathur.
    Lebih
    jauh dari itu, Fathur juga melihat sikap Presiden tidak sepenuhnya menunjukkan
    itikad baik. Alasan Fathur karena di satu sisi Presiden Jokowi menyampaikan
    apresiasi, tapi di lain pihak juga menginstruksikan Menristekdikti untuk “mengkondisikan” kampus-kampus.
    “Dan
    kemudian juga dari aparat melakukan represi dengan meneror, menangkap dan juga
    menahan masa aksi dan aktivis,” tambah Fathur.
    Kegelisahan
    Fathur itu tak lepas dari pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
    Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir. Usai bertemu Jokowi pada Kamis (26/9),
    Nasir tegas meminta rektor mencegah mahasiswa kembali berdemo.
    Nasir
    bahkan akan memberi sanksi kepada rektor yang menggerakkan mahasiswa turun ke
    jalan. Ancaman yang sama diberikan kepada dosen yang mengizinkan mahasiswa di
    kelasnya untuk bergabung dalam aksi Sanksi akan disesuaikan.
    “Kalau
    dia mengerahkan sanksinya keras. Sanksi keras ada dua, bisa SP1, SP2. Kalau
    sampai menyebabkan kerugian pada negara dan sebagainya ini bisa tindakan
    hukum,” kata Nasir.
    “Kalau
    dia (rektor) tidak menindak, rektornya yang kami tindak. Makanya saya akan
    monitor terus perkembangan ini,” tambahnya lagi kepada media yang menemuinya di
    halaman Istana Kepresidenan.
    Rektor
    Universitas Negeri Yogyakarta Sutrisna Wibawa menyambut baik perintah Menteri
    Nasir itu. Dia mengatakan, sebelum adaimbauan menteri, para rektor di Yogyakarta
    sudah membuat surat edaran yang intinya menolak aksi semacam itu. Surat edaran
    itu keluar pada Senin (23/9) pagi, beberapa jam sebelum 20 ribu mahasiswa Yogya
    menggelar aksi #gejayanmemanggil.
    “Kita
    mesti mengedepankan dialog, diskusi. Termasuk mahasiswa saya di UNY juga
    begitu,” kata Sutrisna. Dia menegaskan bahwa para mahasiswa yang turun ke jalan
    pada Senin (23/6), melakukan aksi atas nama pribadi dan bukan atas nama
    lembaga.
    “Secara
    kelembagaan kami sudah melarang untuk turun ke jalan. Saya mengedepankan bikin
    saja FGD (Focus Group Discussion) kemudian hasilnya kami sampaikan
    sehingga konkret secara akademis,” ujar Sutrisna. [ns/ab/voa/mj]
  • Rapat Paripurna DPR sepakati tunda pengesahan RUU Pemasyarakatan

    JAKARTA, KABAR.ID- Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (24/9) menyepakati untuk menunda
    pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemasyarakatan, setelah
    dilakukan forum lobi – Pimpinan DPR, Pimpinan Komisi III DPR, Pimpinan
    Panja RUU Pemasyarakatan dan Menteri Hukum dan HAM.

    “Saya tanya kepada seluruh anggota apakah menyetujui usulan penundaan
    pengesahan RUU Pemasyarakatan menjadi UU,” kata Wakil Ketua DPR RI
    Fahri Hamzah dalam Rapat Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta,
    Selasa.

    Setelah itu, seluruh anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna
    tersebut menyatakan setuju adanya penundaan pengesahan RUU
    Pemasyarakatan menjadi UU.

    Fahri mengatakan, dalam forum lobi yang dihadiri empat Pimpinan DPR,
    Pimpinan Komisi III DPR, Ketua Panja RUU Pemasyarakatan dan pemerintah,
    Menkumham menyampaikan pandangan Presiden Jokowi tentang pentingnya
    penundaan RUU Pemasyarakatan.

    Menurut dia, meskipun penundaan RUU tersebut sudah disetujui, namun
    dalam forum lobi juga menyepakati untuk memberikan kesempatan pada
    Komisi III untuk menyampaikan laporannya.

    Setelah itu, Fahri mempersilahkan kepada Wakil Ketua Komisi III DPR
    sekaligus Ketua Panja RUU Pemasyarakatan, Erma Suryani Ranik untuk
    menyampaikan laporannya.

    Erma Suryani Ranik menjelaskan dalam sistem pemasyarakatan di Rutan,
    Lapas dan lembaga pembinaan khusus anak masih ditemukan banyak
    permasalahan.

    “Lapas dan Rutan masih ada kendala misalnya over kapasitas penghuninya,” kata Erma.

    Dia mengatakan kelebihan napi dan tidak tersedianya ruang yang cukup
    di Lapas dan Rutan, menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar narapidana.

    Menurut dia, saat ini dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan,
    masih ditemukan terjadinya kerusuhan dan peredaran narkoba di dalam
    lapas seperti terjadi di Lokhsumawe, Rutan Bengkulu, dan Rutan Mako
    Brimob.

    Dia menilai sarana dan prasarana yang minim menyebabkan terpengaruh pada sistem dan fungsi pemasyarakatan. (Ant/KI)

  • Pers Terancam Dibungkam, Komunitas Pers Indonesia Tolak Revisi KUHP

    JAKARTA, KABAR.ID- Protes penolakan revisi KUHP juga disuarakan berbagai
    komunitas pers Indonesia seperti Dewan Pers, IJTI, AJI, PWI, LBH PERS
    dan LPDS.

    DPR periode 2014-2019 berencana mensahkan RKUHP akhir bulan September
    ini. Mereka menilai jika RKUHP ini disahkan menjadi Undang Undang maka
    ini akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers yang tengah tumbuh
    dan berkembang di tanah air.

    Ketua Umum IJTI Pusat, Yadi
    Hendriana yang dikonfirmasi mengatakan, pasal-pasal
    dalam RUU KUHP akan berbenturan dengan UU Pers yang menjamin
    dan melindungi kerja-kerja jurnalis.

    Menurut Yadi, kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak
    asasi manusia yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi dalam
    demokrasi.

    Tanpa kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi maka demokrasi yang
    telah diperjuangkan dengan berbagai pengorbanan, akan berjalan mundur.

    Ia menduga, jika revisi tersebut
    disahkan dan menjadi Undang-Undang, maka tak menutup kemungkinan pers
    akan dibungkam seperti saat orde baru.

    “Keberadaan pasal pasal karet di RKUHP akan mengarahkan kita pada
    praktik otoritarian seperti yang terjadi di era Orde Baru yang 
    menyamakan kritik pers dan pendapat kritis masyarakat sebagai penghinaan
    dan ancaman kepada penguasa,”ujarnya.

    Adapun pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers menurut Yadi adalah
    Pasal 219 tentang Penghinaan Terhadap Presiden atau Wakil Presiden,
    kemudian Pasal 241 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah.

    Ketiga,
    yakni Pasal 247 tentang Hasutan Melawan Penguasa, keempat Pasal 262
    tentang Penyiaran Berita Bohong, kelima Pasal 263 tentang Berita Tidak
    Pasti, keenam Pasal 281 tentang Penghinaan Terhadap Pengadilan.

    Ketujuh,
    yakni Pasal 305 tentang Penghinaan Terhadap Agama, kedelapan Pasal 354
    tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara, sembilan
    Pasal 440 tentang Pencemaran Nama Baik, terakhir yakni Pasal 444
    tentang Pencemaran Orang Mati.

    Presiden Joko Widodo sudah meminta agar pengesahan RKUHP ini ditunda dan
    tidak harus dipaksakan untuk disahkan oleh DPR periode sekarang. Namun,
    jika DPR tetap bersikeras mengesahkan RKUHP ini, RKUHP akan tetap
    berlaku meskipun presiden sebagai kepala negara tidak menandatanganinya.

    “Situasi ini menunjukkan adanya darurat kebebasan pers!! RKUHP ini bisa
    akan dijadikan alat untuk membungkam pers yang kritis!!,”tulis komunitas
    pers Indonesia dalam petisinya yang diterima Kabar.id (24/9).

    “Tidak ada cara lagi selain kita harus menolak. Insan pers, penggiat
    demokrasi dan seluruh lapisan masayarakat harus bersatu bersama-sama
    menolak RKUHP,”tutur Yadi.(Wan)

  • Ribuan Mahasiswa Kembali Unjuk Rasa di Gedung DPR-RI

     
    JAKARTA, KABAR.ID- Gelombang gerakan mahasiswa terus bergerak di berbagai kota, termasuk di Jakarta. Hari ini puluhan ribu mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta dan sekitarnya kembali menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR-RI.
     
    Dalam aksinya, para demontran menuntut pemerintah mencabut pasal-pasal di sejumlah RUU yang
    kontroversial seperti RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan. 

    Mereka juga menuntut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) disahkan dalam rapat paripurna DPR.

    Sempat terjadi kerusuhan pada sore hari. Polisi menyemprotkan gas air
    mata dan meriam air ke kerumunan mahasiswa yang berusaha mendobrak
    pintu gerbang DPR.
     

    Polisi kemudian mendorong mahasiswa ke arah Slipi dan Semanggi untuk memecah kerumunan.
    Hingga malam hari ini ratusan massa mahasiswa masih bertahan di depan
    gedung DPR. Sementara lainnya tersebar di Slipi, Semanggi dan Senayan. [voa/ki/wan]

  • Mahasiswa di Malang Unjuk Rasa Tolak RKUHP

    Mahasiswa membawa poster saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Senin (23/9/2019). Unjukrasa ribuan mahasiswa yang dilakukan secara bergelombang dari sejumlah perguruan tinggi tersebut menuntut pembatalan Revisi Undang-undang KPK dan menolak Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).  FOTO : Ari Bowo Sucipto/Antara.

  • DPR Terima Puluhan Perwakilan Mahasiswa

    JAKARTA, KABAR.ID-  Pimpinan Komisi III DPR-RI menerima puluhan perwakilan mahasiswa yang melakukan demontrasi di Gedung DPR-RI hari ini.

    Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari
    Fraksi Gerindra Desmond J. Mahesa mengatakan sudah menugaskan Ketua
    Badang Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas untuk menerima peserta aksi
    demonstrasi di jalan Gatot Subroto depan gedung parlemen Republik
    Indonesia Senayan Jakarta, Senin.

    “Sebagai pimpinan fraksi, saya sudah menugaskan. Kami akan mendengar
    apa (aspirasinya). Sehingga mereka paham sikap kami,” ujar Desmond di
    Jakarta, Senin.

    Diketahui 60 orang aktivis dari Aliansi Mahasiswa Indonesia Tuntut
    Tuntaskan Reformasi diizinkan untuk berdialog dengan Ketua Badan
    Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas itu di Lantai 17 gedung
    Nusantara I Parlemen RI sekitar pukul 17.45 WIB.

    Sebelumnya, Supratman juga telah menemui massa mahasiswa yang berdemonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

    “Saya akan menerima perwakilan mahasiswa sebanyak 40 orang,” ujar Supratman di Jakarta, Senin.

    Namun, perwakilan mahasiswa menginginkan jumlah yang lebih.

    “Gedung Dewan besar Pak, kami minta 80 orang perwakilan,” ucap seorang negosiator.

    Politikus Gerindra itu pun bersikeras hanya ingin menerima perwakilan sebanyak 40 orang.

    Massa mahasiswa pun mendesak agar perwakilan mahasiswa ditambah jadi
    80. Untuk mengambil jalan tengah, DPR pun menerima perwakilan mahasiswa
    sebanyak 60 orang.

    Namun, mahasiswa menolak jika ruang mediasi dilakukan di ruang fraksi Gerindra di Lantai 17 gedung Nusantara I. Hingga pukul 17.56 WIB, keputusan mediasi akan dilakukan di ruang Badan Legislasi Lantai I Nusantara I.

    Sebagai mantan aktivis, Desmond memandang demonstrasi sebagai suatu keharusan kalau ada hal-hal yang harus dipertanyakan.

    Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Aziz Syamsuddin berkenan
    menerima pendemo Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Revisi
    UU Komisi Pemberantasan Korupsi di ruang rapat Komisi III.

    Namun karena ruang rapat komisi III terbatas hanya untuk 25 orang,
    mediasi pun diputuskan akan dilakukan di ruang lain yang cukup untuk
    menampung 60 orang perwakilan massa aksi. (Ant/KI)

  • Presiden Jokowi Minta DPR Tunda Pengesahan RUU KUHP

    JAKARTA, KABAR.ID- Setelah menui protes dan penolakan dari publik, Presiden Joko Widodo telah meminta DPR agar menunda pengesahan RUU
    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    Menurut para kritikus, rancangan undang-undang itu mengandung
    pasal-pasal yang mungkin mendiskriminasi kelompok minoritas dan
    melanggar kebebasan berbicara.

    Jokowi, Jumat (20/9) mengatakan ia mengambil keputusan itu setelah
    mempertimbangkan pendapat masyarakat. Ia meminta agar RUU itu tidak
    disahkan oleh DPR periode ini, yang masa jabatannya akan berakhir awal
    Oktober, dan pembahasannya harus dilakukan oleh anggota DPR periode
    mendatang.

    Upaya memperbarui KUHP yang merupakan warisan era kolonial Belanda
    itu sudah berlangsung lebih dari dua dekade. RUU terdiri dari 628 pasal
    itu selesai dibahas pada 15 September lalu. Para anggota DPR
    diperkirakan akan melakukan pemungutan suara untuk mengesahkannya pekan
    depan. [uh/ab/voa/ki]