JAKARTA, KABAR.ID- Presiden Joko Widodo membahas amendemen (perubahan) Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 bersama pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR)
Republik Indonesia (RI) di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/10).
Dalam
melakukan amendemen itu, Jokowi meminta kepada MPR untuk melibatkan dan
mendengarkan suara rakyat.
“Yang paling penting perlu kajian-kajian mendalam, perlu menampung
usulan-usulan dari semua tokoh, akademisi, masyarakat, yang penting
usulan-usulan harus ditampung, masukan ditampung sehingga bisa
dirumuskan,” ujar Jokowi.
Ia juga mengimbau kepada semua pihak untuk memberikan kesempatan
kepada MPR agar bisa bekerja dalam melakukan amendemen UUD 1945 ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan
akan selalu berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo dan senantiasa
mendengarkan suara rakyat dalam melakukan amendemen ini. Yang
terpenting, kata pria yang akrab dipanggil Bamsoet ini, ia tidak ingin
wacana tersebut menimbulkan kegaduhan di masa yang akan datang.
“Kami pimpinan MPR menjamin, berbagai usulan amendemen tidak menjadi
bola liar. Segala sesuatunya kami konsultasikan dengan Bapak Presiden
selaku kepala pemerintahan dan kepala negara, dan menjadi salah satu
stakeholder bangsa kita. MPR tidak dalam posisi yang buru-buru, kami
akan cermat betul menampung aspirasi sebagaimana disampaikan Bapak
Presiden, di tengah-tengah masyarakat,” jelas Bamsoet.
Ia pun buka suara tentang wacana amendemen UUD 1945 ini yang
dikhawatirkan dapat menghidupkan kembali wacana proses pemilihan
Presiden yang dipilih oleh MPR. Bamsoet menegaskan hal tersebut tidak
akan terjadi. Dalam amendemen ini wacana yang menyeruak adalah
diterbitkannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
“Tidak ada, saya tegaskan tidak ada. Ini tidak terkait dengan
perubahan terkait perubahan rinci perubahan politik. Presiden tetap
dipilih rakyat, Presiden bukan lagi mandataris negara, Presiden tidak
bertanggung jawab pada MPR itu tetap,” tegasnya.
Sementara itu, kepada Terkini.com pengamat politik Gun Gun Heriyanto
mengatakan amendemen UUD 1945 tidak terlalu mendesak untuk dilakukan
pada masa sekarang ini. Menurutnya masih banyak persoalan bangsa yang
harus diselesaikan oleh pemerintah dan parlemen seperti permasalahan
perekonomian, apalagi banyak negara sedang mengalami resesi.
Ia pun khawatir pembahasan amendemen ini akan menjadi “kotak Pandora”
di masa yang akan datang karena bisa melakukan perubahan-perubahan yang
tidak dikehendaki oleh rakyat, salah satunya wacana Presiden kembali
dipilih oleh MPR.
“Diksi-diksi itu mengkhawatirkan publik, terutama masyarakat yang
mengikuti, yang punya perhatian pada konteks politik dengan membaca
ucapan-ucapan. Ucapan kan tidak terpisahkan dari narasi yang dikehendaki
bukan? Jadi kalau kemudian membaca tendensi-tendensi itu, ada peluang
membahas amendemen UUD 1945 menurut saya bisa berpotensi menjadi kotak
pandora untuk pembahasan yang lebih luas, apalagi ada beberapa politisi
yang meminta kalaupun ada amandemen diminta amandemen yang sifatnya
komprehensif bukan terbatas lagi,” Ujar Gun Gun.
Meskipun Bamsoet sudah menegaskan tidak ada wacana Presiden dipilih
kembali oleh MPR dalam amendemen UUD 1945, Gun Gun tidak yakin bahwa hal
itu sepenuhnya akan terjadi. Pasalnya ada beberapa elite partai politik
besar yang berpendapat bahwa pemilihan presiden langsung oleh rakyat
bukanlah kultur Indonesia. Jadi menurutnya, ucapan Bamsoet jangan
sepenuhnya dipercaya.
“Siapa yang menjamin ketika amendemen itu sudah dibuka kemudian itu
tidak diusulkan? Garansi apa yang diberikan oleh Pak Bamsoet itu? Apakah
dengan ucapannya lantas kita bisa mempercayai? Dulu semuanya bilang
tidak akan melemahkan KPK, tapi real-nya kan melemahkan KPK. Jadi jangan terlalu mempercayai retorika politik di musim seperti ini,” paparnya.
Ia mengibaratkan wacana amendemen ini tidak ubahnya seperti
pertarungan antarelite politik saja, dan bukan untuk kepentingan rakyat.
Gun Gun berharap jika memang amendemen tersebut dilakukan, hendaknya
MPR melibatkan berbagai kalangan masyarakat. (VOA/KB)