Ilustrasi gugusan pulau es di kutub utara. Dok : Beritalingkungan.com.
GRAZ, KABAR JAKARTA– Di balik gemuruh konferensi iklim dan janji-janji transisi energi, secercah data baru datang dari Eropa Tengah—dan kabar ini bukan kabar baik.
Sebuah tim peneliti dari University of Graz, Austria, baru saja mengungkap fakta bahwa suhu udara global kini meningkat enam persen lebih cepat dibanding apa yang dilaporkan dalam pemantauan konvensional. Dengan kata lain, dunia menuju batas krisis iklim lebih cepat dari dugaan.
Menuju Batas 1,5°C Lebih Cepat dari Perkiraan
Sejak Perjanjian Paris ditandatangani pada 2015, komunitas global sepakat untuk membatasi pemanasan global di bawah 2°C, dan sebisa mungkin hanya hingga 1,5°C, dibandingkan suhu masa pra-industri. Namun kini, prediksi tersebut perlu direvisi.
Tim yang dipimpin oleh klimatolog Gottfried Kirchengast dari Wegener Center, University of Graz, menyebut bahwa ambang 1,5°C kemungkinan akan terlewati pada tahun 2028—lebih awal 2 hingga 7 tahun dari yang diperkirakan dalam laporan terbaru IPCC.
“Data kami menunjukkan bahwa peningkatan suhu global jauh lebih signifikan dari yang tercatat sebelumnya,” ujar Kirchengast seperti dikutip Kabar Jakarta dari laman uni-graz.at (04/06/2025).
“Untuk pertama kalinya, kami dapat memisahkan pengaruh pemanasan akibat aktivitas manusia dari fenomena alam seperti El Niño, dan memprediksi rata-rata suhu tahunan dengan ketepatan tinggi bahkan sejak bulan Agustus.”tutur.
Merekam Panas Bumi dengan Lebih Akurat
Apa yang membuat temuan ini istimewa adalah metode baru yang mereka kembangkan. Sebelumnya, pemantauan suhu global—khususnya di atas laut—lebih mengandalkan suhu lapisan atas air laut daripada suhu udara permukaan. Hal ini menciptakan bias yang kerap diremehkan.
Namun dengan menyempurnakan data dari pusat iklim global sejak tahun 1850 hingga 2024, serta membuat proyeksi hingga 2050, tim dari Graz berhasil membentuk tolok ukur baru yang lebih representatif bagi suhu udara global sesungguhnya.
Alat Ukur Kepatuhan terhadap Perjanjian Paris
Yang lebih menarik lagi, Kirchengast dan timnya kini mengusulkan skala empat kelas untuk mengukur sejauh mana negara-negara dunia mematuhi (atau melanggar) target Perjanjian Paris.
Mereka berharap pendekatan ini bisa diadopsi secara resmi oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan IPCC, menjadi standar global untuk menilai kemajuan iklim—secara ilmiah dan legal.
Ia juga menyarankan agar frasa ambigu “well below 2°C” (jauh di bawah 2°C) dalam Perjanjian Paris dijabarkan lebih tegas menjadi “di bawah 1,7°C”, agar tujuan global lebih jelas dan bisa ditindaklanjuti.
“Sudah waktunya kita menjadikan target iklim yang disepakati dunia ini benar-benar terukur dan dapat diverifikasi,” tegas Kirchengast.
“Kita butuh dasar ilmu iklim yang kuat agar aksi iklim bisa lebih tepat dan mendesak.”tambahnya.
Akses Data Gratis untuk Dunia
Dalam semangat keterbukaan ilmiah, semua data baru yang mereka hasilkan kini tersedia secara gratis melalui portal ClimateTracer milik Universitas Graz. Ini merupakan langkah besar untuk komunitas ilmiah dan pembuat kebijakan global, sekaligus peringatan keras bahwa waktu untuk bertindak semakin menipis (Marwan Aziz).