JAKARTA, KABAR.ID- Dalam
video yang bocor tentang rapat internal, CEO Google, Sundar Pichai,
mengakui perusahaan tersebut mengalami kesulitan mempertahankan
kepercayaan karyawan dalam manajemen, terutama ketika raksasa teknologi
itu tumbuh.
Dikutip Cnet, Minggu, video tersebut juga mengungkap seorang
eksekutif Google yang mendukung perekrutan mantan pejabat pemerintah.
Pejabat itu membela kebijakan Donald Trump tentang larangan perjalanan
bagi muslim ke AS.
Selama pertemuan mingguan untuk karyawan, yang dinamai TGIF tersebut,
Pichai mencoba untuk memahami terdapat ketidakpercayaan pada karyawan.
“Saya merasa ada sesuatu yang menyebabkan putusnya kepercayaan dan
melihat apa yang bisa kami lakukan untuk ditingkatkan,” ujar Pichai.
“Pasti semakin sulit untuk melakukan itu pada skala kami melakukannya,” katanya.
Komentar Pichai mengikuti sejumlah perbedaan pendapat karyawan
tentang beberapa masalah, mulai dari budaya tempat kerja, proyek Google
untuk militer AS, hingga upaya membangun mesin pencari yang disensor
untuk China.
Pada November 2018, misalnya, lebih dari 20.000 pekerja tetap dan
pekerja kontrak Google dari 50 kantor di seluruh dunia keluar kantor
untuk memprotes penanganan perusahaan atas dugaan serangan seksual dan
pelanggaran.
Enam bulan kemudian, para pekerja mengadakan aksi mogok kerja untuk memprotes dugaan pembalasan atas aksi unjuk rasa tersebut.
Pada pekan ketiga Oktober 2019, pemimpin perusahaan Google dituduh
mengembangkan alat internal untuk mengawasi upaya karyawan yang
mengkoordinir protes dan membahas hak-hak buruh.
Google menyebut kabar tersebut “salah” dan mengatakan alat itu dirancang untuk memerangi spam Internet yang terkait dengan kalender dan acara.
Dalam video yang bocor itu, Wakil Presiden Google untuk Urusan
Pemerintah dan Kebijakan Publik Karan Bhatia menyampaikan keprihatinan
tentang perekrutan Miles Taylor, mantan pejabat Departemen Keamanan
Dalam Negeri (DHS) yang secara terbuka membela larangan perjalanan
Trump.
Bhatia dilaporkan mengatakan perusahaan tidak akan bekerja sama
dengan Taylor dalam masalah perbatasan, tapi di bidang kontraterorisme
dan keamanan nasional.
Komite Keamanan Dalam Negeri AS telah mendorong berbagai platform
teknologi untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam menghapus
konten kekerasan.
Pada Mei 2019, Google mengirim surat kepada anggota parlemen AS yang
mengatakan telah meninjau lebih dari satu juta video yang diduga teroris
di platform YouTube dalam tiga bulan pertama 2019. Google
menyebutkan telah menghabiskan “ratusan juta dolar per tahun” untuk
mengulas konten.
Awal pekan ini, BuzzFeed News melaporkan beberapa pekerja Google
kecewa atas perekrutan Taylor. Bagi para kritikus, langkah itu tampaknya
membawa nilai-nilai tersendiri. Sebab ketika larangan Trump diumumkan,
Pichai telah menyatakan keberatan tentang hal itu.
Google tidak menanggapi permintaan komentar pada laporan tentang video yang bocor tersebut, demikian Cnet. (CNET/Ant/KB)