Blog

  • Investasi di Jakarta Tertinggi Nasional Pada Triwulan II Tahun 2020

    JAKARTA, KABAR.ID- Provinsi DKI Jakarta mencatatkan nilai realisasi investasi tertinggi secara nasional pada Triwulan II Tahun 2020 atau periode April sampai Juni dengan total nilai investasi sebesar Rp 30,1 triliun.
    “Berdasarkan data BKPM RI, DKI Jakarta meraih realisasi investasi PMA dan PMDN sebesar Rp 30,1 triliun pada Triwulan II tahun 2020. Menempati urutan pertama sebagai Provinsi dengan realisasi investasi tertinggi se-Indonesia,” kata Benni Aguscandra, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi DKI Jakarta, Senin (10/8).
    Dijelaskan rinciannya, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) DKI Jakarta sebesar US$ 0,8 miliar atau setara dengan Rp 12,2 triliun dengan kurs APBN 2020 US$ 1 = Rp 14.400. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) DKI Jakarta sebesar Rp 17,9 triliun.
    Dengan demikian, Realisasi Investasi PMA dan PMDN DKI Jakarta selama Semester I tahun 2020 yaitu periode Januari sampai Juni mencapai Rp 50,2 triliun atau berkontribusi 12,5 persen dari Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN Nasional, yang sebesar Rp 402,6 triliun.
    “Ini menunjukkan bahwa masih adanya geliat investasi di Ibu kota meskipun di tengah Pandemi COVID-19,” ucap Benni.
    Kendati demikian, lanjutnya, terjadi penurunan realisasi investasi PMA DKI Jakarta sebesar 10,29 persen pada Triwulan II tahun 2020 bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019.
    Penyebabnya faktor pandemi COVID-19 yang melanda berbagai negara di dunia yang mengakibatkan dampak terhadap perekonomian global sehingga terjadi perlambatan kinerja investasi.
    Hal sebaliknya terjadi pada Realisasi Investasi PMDN DKI Jakarta pada triwulan kedua ini dengan mengalami kenaikan sebesar 10,49 persen bila dibandingkan dengan realisasi PMDN pada periode yang sama tahun 2019 lalu.
    “Pencapaian ini merupakan bukti bahwa berbagai kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di tengah pandemi Covid-19 menuju masyarakat sehat, aman dan produktif disambut baik oleh para investor dan tetap menciptakan lingkungan berusaha yang kondusif di Jakarta,” jelasnya.
    Benni menambahkan, Dinas PMPTSP Provinsi DKI Jakarta gencar melakukan promosi proyek-proyek potensial kepada para investor meskipun dilakukan dengan Adaptasi Kebiasaan Baru mengikuti protokol pencegahan COVID-19.
    “Kami juga senantiasa menghadirkan inovasi layanan perizinan dan nonperizinan yang memudahkan pelaku usaha untuk membangun bisnisnya di ibu kota,” tandasnya.(BJ/MJ)
  • Di Tengah Pandemi, Paskibraka 2020 Tetap Latihan

    JAKARTA, KABAR.ID- Pandemi Covid-19 tak menghalangi Paskibraka 2020 untuk tetap latihan, tapi terasa berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. 
    Mulai dari jumlah anggota yang berkurang hingga aktivitas pelatihan yang harus berdisiplin tinggi terhadap protokol kesehatan untuk keselamatan dan kenyamanan bersama.
    Indrian Puspita Rahmadhani, salah satu anggota Paskibraka asal SMAN 1 Bireuen, Aceh, yang ditemui Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden saat melaksanakan latihan di Cibubur, Jakarta Timur, mengatakan bahwa suasana pemusatan latihan tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya.
    “Kalau latihan yang pasti jauh berbeda dari tahun lalu. Dulu bangun jam lima terus peregangan (pemanasan) sama-sama. Kali ini peregangan sendiri-sendiri, terus jaga jarak dua meter,” ucap Indri yang telah memulai pemusatan latihan di Cibubur sejak 6 Agustus 2020 lalu seperti dikutip dari laman  resmi Presiden.
    Jumlah anggota Paskibraka pada tahun ini juga dibatasi menjadi delapan orang dari yang tahun sebelumnya berjumlah 68 orang.
    Namun, Indri, sapaan akrabnya, mengatakan tetap merasa senang dan bangga dapat kembali dipercaya untuk menjalankan tugas negara meski dengan suasana yang serba berbeda.
    “Pastinya senang karena terpilih dua kali. Enggak menyangka, kok bisa Paskibraka nasional dua kali terpilihnya. Pasti harus waspada juga karena keadaannya lagi begini,” tuturnya.
    Hal senada juga disampaikan oleh Sylvia Kartika Putri yang merupakan perwakilan asal SMA Swasta Kartika I-4, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Menurutnya, latihan kali ini memang terasa berbeda dari yang biasanya ramai menjadi hanya delapan orang saja.
    Selain itu, selama pelatihan berlangsung, ia bersama rekan-rekan lainnya juga harus berdisiplin menjalankan protokol kesehatan.
    “Latihan dimulai dari jam tujuh pagi. Harus tetap gunakan masker, face shield, sarung tangan, dan tetap jaga jarak,” ucapnya.
    Sylvia juga menyatakan kesiapannya untuk kembali mengemban tugas di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2020 mendatang. Ia akan memberikan yang terbaik agar pelaksanaan pengibaran dan penurunan bendera Merah Putih dapat terlaksana dengan sempurna.
    “Harapan saya bisa menyukseskan pengibaran dan penurunan bendera dan bisa juga menjadi contoh yang baik buat adik-adik yang ingin mencoba tahun depan,” ujarnya.(Mutma)
  • Ini Empat Persyaratan Harus Dipenuhi Pembelajaran Tatap Muka

     Pembelajaran Tatap Muka di Zona Hijau. Foto : Kompas.com.

    JAKARTA, KABAR.ID- Pandemi COVID-19 berdampak luas terhadap aktivitas sosial-ekonomi. Salah satu dampak di tengah masih terjadinya penularan virus SARS-CoV-2 yakni aktivitas pembelajaran melalui ruang digital.

    Pendekatan ini tidak semudah ketika anak didik belajar dengan metode tatap muka di sekolah. Tak hanya guru yang memiliki kendala dalam penyelenggaraan metode pembelajaran jarak jauh, tetapi juga orang tua dan para murid.

    Tim Komunikasi Publik Satuan Tugas
    Penanganan COVID-19 Raditya Jati dalam rilisnya mengungkapkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
    berencana untuk mengaktifkan Kembali pembelajaran tatap muka di wilayah zona
    hijau dan kuning. 
    Namun demikian lanjut Raditya, implementasi
    pembelajaraan tersebut harus memperhatikan syarat yang harus dipenuhi, yakni
    empat persetujuan. 
    Pertama, persetujuan dari
    pemerintah daerah (pemda) atau dinas pendidikan dan kebudayaan di wilayah zona
    hijau dan kuning. 
    Kedua, persetujuan kepala sekolah
    atau setelah sekolah dapat memenuhi protokol kesehatan yang ketat.
    Ketiga, adanya persetujuan wakil
    dari orang tua dan wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah meskipun
    kemudian sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka. 
    Keempat, adanya persetujuan dari
    orang tua peserta didik. Jika orang tua tidak setuju, peserta didik tetap
    belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa.
    Kemendikbud mengedepankan dua
    prinsip dalam kebijakan pendidikan di masa pandemi COVID-19. Prinisp pertama
    yakni kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan,
    keluarga dan masyarakat. Kedua, tumbuh kembang peserta didik dan kondisi
    psikososial juga menjadi pertimbangan dalam pemenuhan layanan pendidikan selama
    masa pandemi COVID-19.
    Pembelajaran tatap muka di zona
    oranye dan merah rencana tetap dilarang. Sekolah pada zona tersebut tetap
    melanjutkan belajar dari rumah. 
    Berdasarkan data Kemendikbud,
    sekitar 57 persen peserta didik masih berada di zona merah dan oranye. Mereka
    tersebar di 238 wilayah administrasi setingkat kabupaten dan kota, sedangkan 43
    persen berada di zona hijau dan kuning atau tersebar di 276 wilayah
    administrasi. 
    Kemendikbud mengidentifikasi
    beberapa tantangan yang dihadapi mereka saat menerapkan pembelajaran di ruang
    digital. Tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena
    ada tanggung jawab lain, seperti bekerja atau urusan rumah. Di samping itu,
    mereka kesulitan dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat belajar di
    rumah. 
    Di sisi anak didik, mereka
    kesulitan untuk konsentrasi belajar dari rumah dan mengeluhkan beratnya
    penugasan soal dari guru, serta peningkatan rasa stress dan jenuh akibat
    isolasi berkelanjutan. Kondisi tersebut dapat berpotensi untuk menimbulkan rasa
    cemas dan depresi bagi anak. 
    Sementara itu, guru kesulitan untuk
    mengelola pembelajaran jarak jauh dan cenderung fokus pada penuntasan
    kurikulum. Mereka juga mengalami waktu pembelajaran berkurang sehingga guru
    tidak mungkin memenuhi beban jam mengajar serta kesulitan untuk berkomunikasi
    dengan orang tua sebagai mitra di rumah.

    Tantangan yang dirasakan para orang
    tua dan anak-anak yang tidak memiliki perangkat untuk mengakses materi yang
    diberikan melalui ruang digital serta kuota yang harus dibeli untuk dapat
    mengaksesnya.(Wan) 
  • Taman Margasatwa Raguna Kini Dikembangkan Jadi Lokasi Ekowisata Flora Fauna Indonesia

    JAKARTA, KABAR.ID- Pemprov DKI Jakarta kini tengah merencanakan revitalisasi Taman Margasatwa Ragunan (TMR) menjadi ekowisata yang mewakili Flora dan Fauna Indonesia.


    Hal tersebut terungkap saat Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Ariza Patria menyempatkan diri meninjau kondisi terkini Taman Margasatwa Ragunan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Minggu (9/8). 

    “Alhamdulillah, kita semua bekerja sama untuk memastikan bahwa program Revitalisasi dan Pengembangan Taman Margasatwa Ragunan yang telah diutuskan oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta berjalan dengan baik. Di sini, selain hijau dan menarik, semoga bisa menjadi tempat rekreasi, tempat berinteraksi antara manusia dengan satwa,” ujarnya.

    Dalam kunjungannya tersebut, Ariza melihat persiapan pemaparan rancangan revitalisasi TMR menjadi kawasan ekowisata, serta turut memastikan pelaksanaan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 di TMR berjalan dengan baik.

    Usai melakukan peninjauan, Ariza menyampaikan ke depan, TMR harus bisa menjadi ekowisata yang mewakili Flora dan Fauna Indonesia. Sebab, TMR juga merupakan salah satu ruang terbuka hijau di Jakarta yang luasnya tidak kurang dari 140 hektar.

    Ariza menambahkan, TMR ke depan akan menjadi taman yang hijau, indah, menarik dan menjadi pusat rekreasi yang terbaik, modern, serta ramah lingkungan. Tidak hanya di Jakarta, tetapi di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. “Kita pastikan bahwa tempat ini menjadi tempat yang baik dan menjadi kebanggaan bagi seluruh warga Jakarta. Kemudian, kita pastikan di tempat ini juga kita siapkan waduk atau danau untuk menampung air. Semoga ini bisa menjadi kontribuksi yang baik dalam rangka pencegahan dan penanganan banjir di Jakarta,” tambahnya.

    Ariza menegaskan targetnya menurut perencanaan, membutuhkan anggaran yang besar dan membutuhkan waktu kurang lebih empat sampai lima tahun mulai dari perencanaannya. Sehingga, perlu mencari peluang untuk mempercepat proses pembangunan.

    “Kita akan mulai secepat mungkin, kalau memungkinkan bisa tahun ini, kita mulai. Tapi, paling lambat tahun depan dan kita buat perencanaannya, rencana umumnya sudah sangat baik, istilahnya blue and Green. Namun, taman ini dibuat bukan seperti membangun fisik infrastruktur, tapi dibangun melalui zona-zona secara bertahap, dan selama pelaksanaannya diupayakan tidak kegiatan rekreasi di sini,” pungkasAriza.

    Dalam kunjungannya ke TMR, Wagub Ariza didampingi oleh Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan, Marullah Matali; Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsita; Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Juaini; dan Kepala UPT TMR, Widodo.(Wan)
  • Warga Sumba Barat Daya Rasakan Gempa Kuat Sekitar 3 Detik

    SUMBA, KABAR.ID– Warga Kabupaten Sumba Barat Daya merasakan gempa kuat sekitar 3 detik. Gempa terjadi pada Minggu (9/8) sekitar pukul 11.52 WIB. BMKG merilis gempa berkekuatan M5,0 dengan titik episenter pada kedalaman 10 km.

    Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) BNPB memantau laporan otoritas setempat warga panik dan keluar rumah. Sementara ini, pemerintah setempat di Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang melaporkan warga mereka merasakan gempa kuat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengidentifikasi pusat gempa berada di laut 25 km barat daya Kodi, Sumbar Barat Daya.

    Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati mengungkapkan, BMKG mencatat skala MMI gempa sebagai berikut, Tambolaka IV-V MMI, Waingapu III – IV, Bima dan Waibakul III dan Labuan Bajo II. Skala MMI atau Modified Mercalli Intensity ini merupakan satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi, sedangkan skala IV menunjukkan warga yang berada di dalam dan luar rumah merasakan gempa, serta gerabah pecah, jendela aatu pintu berderik dan dinding berbunyi.

    “Sedangkan V MMI, ini menunjukkan gambaran kekuatan getaran dirasakan hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti. Gempa ini tidak memicu terjadinya tsunami,”ujarnya.

    Sementara itu, hasil analisis sebelum gempa pada Minggu pagi tadi (9/8) Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, berdasarkan lokasi pusat gempa bumi, kedalaman dan data mekanisme sumber dari GFZ Jerman, serangkaian kejadian gempa bumi di sekitar Sumba Barat Daya diperkirakan berasosiasi dengan aktivitas sesar normal.

    PVMBG mencatat, sebelumnya pada 5 Agustus 2020 terjadi gempa bumi di sekitar lokasi pusat gempa bumi tanggal 8 Agustus 2020 yang juga diakibatkan oleh sesar normal. Sesar normal tersebut terbentuk akibat proses penunjaman antara lempeng Eurasia dan mikro kontinen pada akhir Jaman Kapur di selatan Pulau Sumba.

    PVMBG memonitor terjadi gempa sebanyak tiga kali pada Sabtu kemarin (8/8). Gempa pertama tercatat pada pukul 17.17 WIB. Berdasarkan data dari BMKG, lokasi pusat gempa bumi berjarak 38,7 km barat daya Kota Tambolaka, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Gempa tersebut berkekuatan M5,0 dengan kedalaman 10 km.

    Berikutnya, gempa kedua terjadi pada 17.23 WIB dengan pusat gempa 61,6 km selatan-barat daya Kota Tambolaka. Gempa memiliki magnitudo 5,5 dan kedalaman 10 km. Sedangkan kejadian ketiga, gempa terjadi pada pukul 17.45 WIB. Lokasi berada pada 57,4 km selatan – barat daya Kota Tambolaka dengan kedalaman 10 km.

    Masyarakat Indonesia diimbau selalu siap siaga dan waspada dalam menghadapi potensi gempa bumi. Seorang peneliti dari Brigham Young Univeristy Ron Harris selalu mengingatkan ‘jangan lupa sejarah.’ Ia telah menghabiskan waktu dalam melakukan penelitian paleotsunami di beberapa lokasi di seluruh Indonesia seperti di pesisir Sumatera, Jawa, Bali, Maluku, Nusa Tenggara Timur. Dari kajian paleotsunami itu, ia mendapatkan catatan sejarah dari tahun 1500 bahwa telah tejadi lebih dari 1.000 sejarah gempa besar dan 95 tsunami.(Mutma)

  • Aliansi Jurnalis Independen Rayakan Ulang Tahun ke-26 Secara Virtual

    JAKARTA, KABAR.ID – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memperingati Hari Ulang Tahunnya yang ke-26 di tahun 2020 ini dalam suasana istimewa, yaitu saat dunia menghadapi pandemi Covid-19. Virus yang awalnya ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei pada akhir Desember 2019 ini kemudian meluas ke seluruh dunia dan kini sudah menginfeksi 19,264,609 dan menyebabkan kematian 717,754 jiwa.

    Sejak diakui secara resmi masuk Indonesia pada Maret lalu, virus Covid-19 ini berdampak luas bagi media dan jurnalis di Indonesia. Pemerintah berusaha mengatasi penyebaran wabah itu dengan melakukan sejumlah pembatasan wilayah, yang itu berdampak bagi ekonomi. Bagi media, dampak itulah yang menyebabkan perusahaan melakukan PHK, efsiensi dan tindakan penghematan lainnya. 
    AJI menilai pandemi ini memiliki dampak yang sangat serius bagi pers saat ini, dan juga masa depan. Dampak nyata dari pandemi tentu saja yang utama bagi bisnis media, yang itu juga akan berakibat langsung pada kesejahteraan jurnalis. Dampak lainnya adalah pada kualitas jurnalisme karena banyaknya proses news gathering dengan cara daring.
    Ketua Umum AJI Abdul Manan mengatakan, situasi ini menjadi kepedulian serius bagi AJI, yang memiliki concern soal kebebasan pers, profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis. Situasi sulit media saat ini tentu berdampak langsung pada tiga hal tersebut. “AJI berharap media bisa menghadapi masa-masa sulit ini, dengan tetap menjaga nilai utama profesi ini, yaitu bekerja untuk menemukan kebenaran dan memprioritaskan kepentingan publik,” kata Abdul Manan, Jumat, 7 Agustus 2020.
    Situasi baru inilah yang mendorong AJI memilih “Jurnalisme di Era Pandemi” sebagai tema HUT tahun 2020 ini. Sebagai bagian dari peringatan ulang tahun ini, AJI menyelenggarakan sejumlah kegiatan. Masing-masing: enam seri webinar pada 27-29 Juli 2020 dan 3-5 Agustus 2020, penerbitan buku laporan tahunan tentang situasi pers Indonesia, orasi budaya oleh Dr. Nasir Tamara, dan pemberian penghargaan: Udin Award, Tasrif Award, SK Trimurti Award, dan Pers Mahasiswa terbaik.
    Dalam Malam Penganugerahan AJI yang diselenggarakan pada Jumat, 7 Agustus 2020, AJI mengumumkan para pemenang. Penghargaan Udin Award 2020 diberikan kepada Majalah TEMPO. Penghargaan Tasirf Award kepada 1. The Jakarta Post, BBC Indonesia, Vice Indonesia, Tirto.id dalam kolaborasi liputan Atas Nama Baik Kampus, dan 2. The Jakarta Post, Tirto.id, Jubi dalam kolaborasi liputan Kerusuhan Wamena.

    Pemenang SK Trimurti Award 2020 dimenangkan oleh Gadrida Rosdiana Djukana, jurnalis asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.
    Untuk penghargaan terhadap pers mahasiswa, Dewan Juri menetapkan para pemenangnya sebagai berikut:
    Juara 1 : Lembaga Pers Mahasiswa Arena UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul Double Kill: Penghasilan Hilang, Pungutan Selain UKT akan Diterapkan. Juara 2 : LPM Progress dengan judul : Pembuat Konten Dewasa Diantara Passion, Profesi dan Pelecehan Seksual yang Dialami
    Mr Allaster Cox, Charge d’Affaires ai / Kuasa Usaha of the Australian Embassy, yang memberikan pidato dalam Malam Penghargaan AJI itu menyatakan, “Media yang kuat dan bersemangat yang bekerja untuk kepentingan masyarakat adalah hal baik untuk demokrasi, hal baik untuk pemerintahan dan membantu memberi hasil lebih baik bagi masyarakat,” kata Cox. “Saya memuji pekerjaan yang AJI lakukan untuk mengeksplorasi peran jurnalisme di Indonesia selama pandemi ini dan mempromosikan pentingnya pers yang bebas.” (Jacko)

  • Laura Lesmana : Akses Informasi Kepada Penyandang Tuli Melalui Layanan Bahasa Isyarat Perlu Dibuka

    JAKARTA, KABAR.ID- Pada masa pandemi ini, seluruh masyarakat dapat mengakses berbagai informasi terkait COVID-19 melalui berbagai platform media seperti media sosial, media cetak, serta media elektronik. Akan tetapi ketimpangan akses informasi terjadi pada penyandang disabilitas, seperti pada penyandang tuli.

    Diterjemahkan oleh juru bahasa isyarat, Laura Lesmana Wijaya selaku Ketua Pusat Bahasa Isyarat Indonesia menyampaikan bahwa sejak dulu penyandang tuli tidak pernah mendapatkan informasi yang cukup ketika terjadi bencana alam di Indonesia. Kemudian semenjak munculnya pandemi COVID-19, Ia melihat pemerintah mulai sadar akan perlunya pemenuhan informasi terhadap penyandang tuli.

    “Saya berpikir sebenarnya kendala yang dihadapi orang dengar dan tuli itu sama, yang membedakan adalah masalah pada pemberian akses komunikasi itu sendiri,” tambah Laura saat berdialog melalui ruang digital di Media Center Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Jakarta, Sabtu, (8/8).

    Untuk membantu penyandang tuli di masa pandemi COVID-19 ini, Laura beranggapan bahwa hal pertama yang perlu dilakukan adalah seluruh masyarakat harus memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa isyarat. Hal ini dikarenakan penyandang tuli hanya akan mendapatkan informasi apabila terdapat akses komunikasi berupa juru bahasa isyarat.

    Pada kasus pemberian bantuan sosial, sebagian penyandang tuli telah mendaftarkan dirinya ke Kementerian Sosial dan mendapatkan bantuan tersebut. Namun sebagiannya lagi tidak memberikan data yang lengkap, sehingga bantuan tidak dapat diberikan.

    “Sebelum mendaftar, tentu (penyandang) tuli itu perlu mendapatkan informasinya dulu, bagaimana caranya mendaftar. Supaya dia tahu caranya mendaftar ke kementerian terkait, tentu harus ada akses informasi yang diberikan yang sesuai dengan kebutuhan,” jelas Laura.

    Selanjutnya Ia menyampaikan dampak pandemi COVID-19 bagi penyandang tuli. Dampak positifnya adalah pemerintah dan masyarakat kini mulai memberikan perhatian lebih kepada penyandang tuli dengan menyediakan layanan juru bahasa isyarat, seperti yang dilakukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dalam konferensi pers.

    Kendati demikian, tetap terdapat dampak negatif bagi anak-anak penyandang tuli yang masih bersekolah. Pandemi ini mengharuskan pemerintah menutup tempat-tempat umum, termasuk sekolah bagi penyandang tuli. Kemudian anak-anak penyandang tuli pun diarahkan untuk tetap berada di rumah.

    “Sedangkan komunikasi dengan orang tua mereka tidak bisa dilakukan secara maksimal. Karena biasanya orang tua mereka adalah orang tua yang bisa mendengar dan belum sepenuhnya tahu cara berkomunikasi dengan anak mereka, sehingga anak (penyandang) tuli pun tidak merasakan adanya kenyamanan,” imbuhnya mengenai dampak negatif bagi anak penyandang tuli.

    Menanggapi hal tersebut, Laura menerangkan bahwa proses mempelajari bahasa isyarat harus dilakukan secara terus-menerus. Maka orang tua penyandang tuli dapat mempelajarinya pada kelas bahasa isyarat dan mempraktekkan di rumah dengan anak secara rutin.

    “Itu akhirnya akan membuka pintu komunikasi antara orang tua dengan anak-anak,” ucapnya.

    Kemudian mengenai pemenuhan hak-hak bagi penyandang tuli, Laura berharap penyediaan layanan juru bahasa isyarat tidak hanya diberikan di masa pandemi COVID-19 saja, melainkan dilakukan secara berkelanjutan untuk ke depannya.(Wan)

  • Munculnya Klaster Baru COVID-19, Ini Penjelasan Prof Wiku Soal Klaster Perkantoran

    JAKARTA, KABAR.ID- Penyesuaian dalam menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Dengan hal itu, berbagai sektor kehidupan sudah berjalan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Namun hal ini menyebabkan munculnya klaster-klaster baru penyebaran COVID-19.

    Ketua tim Pakar dan juru bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan bahwa klaster perkantoran saat ini menjadi perhatian masyarakat.

    “Klaster itu disebut klaster apabila terjadi konsentrasi kasus di suatu tempat, dan klaster yang sekarang sedang marak jadi perhatian masyarakat adalah klaster perkantoran”, jelas Wiku dalam keterangan persnya yang diterima Kabar.id di Jakarta (8/8/2020).

    Wiku menjelaskan bahwa munculnya klaster perkantoran dapat berasal dari pemukiman atau bahkan dalam perjalanan menuju kantor.

    “Sebenernya orang yang berkantor itu kan asalnya dari rumah, dari pemukiman, jadi pastinya di pemukiman juga pasti ada klaster kalo di kantor ada klaster dan itu mereka bisa tertularnya bisa di tempat perumahannya atau di rumah atau di dalam perjalanannya menuju kantor, ” tambahnya.

    Pada kesempatan yang sama, pakar kesehatan masyarakat Prof. Ascobat memaparkan aktivitas-aktivitas yang berpotensi untuk terjadinya klaster baru adalah tempat berkumpul massa.

    “Banyak hal baru yang bermunculan dan COVID ini orang mencari bentuk-bentuk baru tempat berkumpul, dan itu potensial menjadi klaster, ” ujar Ascobat.

    Wiku turut menjelaskan penyebab dari adanya zona merah dan keterkaitannya dengan klaster penyebaran COVID-19.
    “Zona berwarna merah artinya risiko peningkatan kasusnya tinggi, bisa saja terjadi zona merah karena adanya klaster-klaster atau tidak harus ada klaster terus menjadi zona merah,” ujar Wiku.

    Untuk mencegah hadirnya klaster baru COVID-19 protokol kesehatan perlu digalakkan, terutama di perkantoran. Ascobat menjelaskan langkah-langkah menerapkan protokol kesehatan di dalam ruangan kantor, di antaranya memperhatikan jumlah orang dengan menyesuaikan ukuran ruangan, mematikan pendingin ruangan, menjaga sirkulasi ruangan, serta tidak berlama-lama berada di ruangan.

    “Maka dari itu disarankan sebaiknya kalau rapat atau berkantor itu tidak terlalu lama di dalam satu ruangan yang tertutup, ” imbuhnya.

    Disebutkan juga oleh Wiku bahwa perkantoran yang telah menjadi klaster penyebaran COVID-19 hanya bisa dibuka kembali setelah prosedur keselamatan sudah dijalankan.

    “Sampai dengan situasinya bisa dikendalikan lagi, setelah semuanya bersih yang sudah dilakukan tracing kemudian juga sudah hasilnya ternyata negatif atau kalau positif suruh isolasi mandiri, maka baru bisa berkantor lagi, ” ungkap Wiku.

    Sejalan dengan ucapan Ascobat, Wiku menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penegakkan protokol kesehatan, seperti adaptasi kebiasaan baru dalam menggunakan lift.

    “Biasanya dikasih tanda di liftnya paling isinya cuma 4 orang atau bahkan ada yang isinya 6 orang karena liftnya besar, jadi pastikan memang jaraknya cukup begitu ya, ” tutur Wiku.

    Wiku menegaskan bahwa masyarakat harus sadar jika mereka berada di sebuah klaster. Jika sudah ada yang positif segera dirawat atau diisolasi mandiri, bersihkan tempat-tempat yang terkontaminasi, serta pastikan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.

    Dalam menyadarkan masyarakat akan potensi bertambahnya klaster baru, Ascobat beranggapan bahwa pemberian informasi kepada masyarakat penting untuk menyesesuaikan dengan bahasa dan budaya lokal.

    “Ini bersifat lokal spesifik, sehingga barangkali kita perlu menyampaikan bahwa ada prinsip-prinsip protokol kesehatan yang kita sudah tau kan masker, cuci tangan, jaga jarak, itu diterapkan dalam konteks budaya lokal, ” ucapnya.

    Sebagai penutup konferensi pers, Wiku mengimbau kepada masyarakat untuk tetap disiplin serta bergotong royong dalam menjalankan protokol kesehatan untuk menghadapi COVID-19.

    “Mari kita gotong royong saling mengingatkan, mengingatkan diri sendiri dan juga mengingatkan sodara kita teman kita tempat kita bekerja sehingga semua menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin, ” tandasnya.(Wan)

  • Dokter Budi Ingatkan Pentingnya Pakai Masker saat Pandemi

    JAKARA, KABAR.ID- Menggunakan masker pada saat pandemi COVID-19 merupakan hal yang wajib dipakai terutama ketika bepergian keluar rumah. Masker menjadi hal yang esensial karena mampu menangkal virus ataupun bakteri yang akan masuk ke mulut ataupun hidung seseorang.

    Tim Pakar dan dokter muda Satgas COVID-19 dr. Budi Santoso  mengingatkan bahwa menggunakan masker penting karena merupakan penghalang atau barrier agar ludah atau cipratan terhalangi ketika sedang mengobrol, batuk, atau bersin. Serta sebagai cara untuk melindungi diri sendiri dan orang lain terutama kelompok rentan agar tidak tertular COVID-19.

    “Jadi, misalkan kalau kita tidak pakai masker semuanya bisa menyembur. Kalau kita pakai masker semuanya terhalangi. Walaupun anak muda tidak ada gejala yang muncul tapi tetap kita harus melindungi orang lain dan lingkungan kita, apalagi kelompok rentan. Jadi, salah satu pencegahannya penularan itu tetap harus menggunakan masker, walaupun kita tidak ada gejala,” jelasnya.

    Dipaparkan, secara garis besar terdapat tiga jenis masker yaitu masker kain, masker medis atau masker bedah, dan masker N95 atau KN95. Masker kain merupakan masker yang dapat digunakan untuk masyarakat terutama yang sehat dan saat berada di tempat kerumunan. Umumnya masker kain dapat ditemui dimana saja karena harganya yang murah dan dapat dipakai berulang kali.

    Sedangkan masker medis atau masker bedah adalah masker yang digunakan oleh tenaga kesehatan atau orang yang sakit dan hanya dapat digunakan satu kali pemakaian. Dan yang ketiga adalah masker N95 dimana efektivitasnya itu mencapai 95% untuk menyaring partikel virus yang berukuran kurang lebih 0,3 – 10,1 mikron. Umumnya, masker N95 digunakan untuk tenaga medis yang melakukan tindakan yang dapat menimbulkan aerosol seperti pada tindakan operasi.

    Dokter Budi juga menjelaskan bahwa ketik menggunakan masker harus memperhatikan kebersihan dan kelayakan pada masker seperti sebelum memakai masker kondisi tangan harus bersih, memastikan bahwa masker dalam kondisi yang bersih dan tidak rusak, serta memastikan tidak ada celah ketika memakai masker. Apabila ingin makan atau minum sebaiknya masker dilepas dan disimpan pada tempat atau plastik yang bersih.

    “Kemudian kita juga harus pastikan bahwa memang mulut, hidung, dan dagu semuanya tertutupi. Jadi misalnya kalau mulutnya saja tertutupi, kalau misalnya kita bersin dari hidung, dari hidung masih keluar,” kata dokter Budi.

    Selain itu, dokter Shela turut menjelaskan mengenai cara melepas masker yang benar agar  tidak terkontaminasi virus atau bakteri yang menempel di masker.

    “Pertama pastikan tangan sudah steril dan pegang bagian dari talinya, kemudian pegang bagian dari talinya dan jangan menyentuh bagian depan maskernya, serta buka secara perlahan agar tidak ada risiko penularan,” jelas dokter Shela.

    Dokter Shela juga mengingatkan setelah melepas masker kain disarankan untuk dicuci menggunakan air dan sabun agar virus dan bakteri yang menempel luruh atau mati, serta menjemurnya di bawah sinar matahari. Sedangkan apabila menggunakan masker medis, dianjurkan untuk membungkus dengan plastik atau diletakkan pada tempat sampah khusus infeksius agar tidak terjadi kontaminasi.(Wan)

  • Dokter Shela Rachmayanti Tepis Kesalahpahaman Mengenai Thermo Gun

    JAKARTA, KABAR.ID- Salah satu gejala infeksi virus SARS-CoV-2 adalah demam atau peningkatan suhu tubuh. Ini melatarbelakangi pengecekan suhu tubuh dengan menggunakan thermo gun saat individu akan memasuki kawasan kantor atau fasilitas umum.

    Beberapa waktu lalu publik sempat dihebohkan mengenai isu thermo gun yang dapat merusak sel otak manusia karena memancarkan laser.

    Thermo gun merupakan salah satu jenis termometer atau alat pengukur temperatur tubuh yang umumnya diarahkan ke dahi. Penggunaan thermo gun menjadi alat andalan dalam mengukur suhu tubuh seseorang secara cepat dan tanpa kontak.

    Kesalahpahaman mengenai thermo gun dibantah oleh Tim Pakar dan Dokter Muda Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dr. Shela Rachmayanti. “Sekali lagi, thermometer ini tidak mengeluarkan sinar yang bisa mengeluarkan radiasi jadi tidak berbahaya untuk otak maupun syaraf yang ada di mata, ” jelas Dokter Shela dalam dialog di Media Center Satuan Tugas Nasional, Jakarta (7/8).

    Dokter Shela juga menjelaskan pengukuran suhu menjadi penting di masa pandemi ini karena suhu tubuh merupakan gejala yang paling mudah untuk dilihat dan diukur dibanding gejala lainnya yaitu batuk kering, sesak nafas, rasa lemah atau nyeri sendi.

    “Suhu tubuh penting untuk diukur sebagai salah satu penapisan pada setiap kondisi. Terutama saat masuk-masuk ke tempat umum. Nah, suhu tubuh normal itu biasanya di kisaran 36,5- 37,5 derajat celcius lebih dari itu kita perlu waspada, ” tambah dokter Shela.

    Pada kesempatan yang sama, Tim Pakar dan dokter muda Satgas COVID-19 dr. Budi Santoso menjelaskan mengenai tujuan pengukuran suhu tubuh yaitu untuk mengetahui suhu sumbu tubuh yang berada di bagian dalam atau core body temperature.

    “Pengukuran core body temperature dapat diukur dari dahi, lubang telinga, rongga mulut, ketiak, dan dubur yang menjadi titik ideal dalam pengukuran suhu tubuh karena paling mendekati dengan core body temperature,” jelas dokter Budi.

    Melalui penjelasan tersebut, dokter Budi meluruskan kesalahpahaman mengenai pengecekan suhu tubuh di pergelangan tangan karena tidak ideal dan kurang akurat dalam mengukur suhu tubuh seseorang.

    “Kita bisa lihat perbedaan antara pada bagian kepala dan juga pada bagian tangan dan kaki. Dimana suhu tubuh pada bagian tangan dan kaki pasti kalau diukur suhunya itu sudah jauh dari suhu sumbu tubuh atau core body temperature.Jadi hasil suhu tubuh yang dihasilkan dari pemeriksaan itu jadi tidak akurat lagi,” jelas dr. Budi. (Wan)